Dua Situs Kubur Batu Berusia 5000 Tahun Ditemukan di Lahat JAKARTA,
KOMPAS.com — Tak bisa dimungkiri, Pagaralam adalah wilayah yang
memiliki peradaban tua. Penemuan puluhan kubur batu belakangan ini
menunjukkan bahwa wilayah tersebut adalah sebuah area lintasan zaman
megalitikum.
Menurut Von Heine Geldern, kubur batu termasuk
kebudayaan megalitikum gelombang kedua atau disebut juga Megalit Muda
yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1.000-100 SM) dibawa
oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan
megalit gelombang ini adalah peti kubur batu, dolmen, waruga sarkofagus,
dan arca-arca dinamis.
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat
dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan atau papan batu
yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan
alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Selain
Pagaralam dan Lahat, daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan,
Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta), dan Cepu (Jawa Timur). Di
dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah
rusak, alat-alat perunggu dan besi, serta manik-manik. Dari penjelasan
tentang peti kubur, tentu dapat ketahui persamaan antara peti kubur dan
sarkofagus, yang keduanya merupakan tempat menyimpan mayat disertai
bekal kuburnya.
Selama ini, Pagaralam memang telah dikenal dengan
peninggalan zaman megalitikum. Hal ini terbukti dengan penemuan
arca-arca yang tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, seperti
Karangindah, Tinggiari Gumai, Tanjungsirih, Padang Gumay, Pagaralam,
Tebatsementur (Tanjungtebat), Tanjung Menang-Tengahpadang, Tanjungtebat,
Pematang, Ayik Dingin, Tanjungberingin, Geramat Mulak Ulu,
Tebingtinggi-Lubukbuntak, Nanding, Batugajah (Kutaghaye Lame),
Pulaupanggung (Sekendal), Gunungmigang, Tegurwangi, dan Airpur.
Penemuan
yang paling menarik adalah megalitik yang dinamakan Batugajah, yakni
sebongkah batu berbentuk telur, berukuran panjang 2,17 m, dan dipahat
pada seluruh permukaannya. Bentuk batunya yang asli hampir tidak diubah,
sedangkan pemahatan obyek yang dimaksud disesuaikan dengan bentuk
batunya. Namun, plastisitas pahatannya tampak indah sekali.
Batu
dipahat dalam wujud seekor gajah yang sedang melahirkan seekor binatang
antara gajah dan babi-rusa, sedangkan pada kedua belah sisinya
dipahatkan dua orang laki-laki. Laki-laki sisi kiri gajah berjongkok
sambil memegang telinga gajah, kepalanya dipalingkan ke belakang dan
bertopi. Perhiasan berbentuk kalung besar yang melingkar pada lehernya.
Begitu pula pada betis, di sana tampak tujuh gelang. Pada ikat pinggang
yang lebar tampak pedang berhulu panjang, sedangkan sebuah nekara
tergantung pada bahunya. Pada sisi lain (sisi kakan gajah) dipahatkan
seorang laki-laki juga, hanya tidak memakai pedang. Pada pergelangan
tangan kanan laki-laki ini terdapat gelang yang tebal. Adapun pada betis
tampak 10 gelang kaki.
Temuan batu gajah dapat membatu usaha
penentuan umur secara relatif dengan gambar nekara itu sebagai petunjuk
yang kuat, selain petunjuk-petunjuk lain seperti pedang yang mirip
dengan belati Dong Son (Kherti, 1953 : 30), serta benda-benda hasil
penggalian yang berupa perunggu (besemah, gangse) dan manik-manik. Dari
petunjuk-petunjuk di atas, para ahli berkesimpulan bahwa budaya
megalitik di Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten Lahat dan Kota
Pagaralam, berlangsung pada masa perundagian. Pada masa ini, teknik
pembuatan benda logam mulai berkembang.
Sebuah nekara juga
dipahatkan pada arca dari Airpuar. Arca ini melukiskan dua orang
prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang tali yang diikatkan
pada hidung kerbau, dan orang yang satunya memegang tanduknya. Kepala
serigala (anjing) tampak di bawah nekara perunggu tersebut.
Kantor
berita Antara menulis, belum lama ini sedikitnya 15 kuburan batu telah
ditemukan di Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan yang
lokasinya tersebar di lima kecamatan.
Berdasarkan informasi dari
lokasi penemuan kubur batu itu, Senin, lokasi penemuan rumah batu
tersebut beberapa di antaranya berada di Kecamatan Pagaralam Utara, dua
di Kecamatan Dempo Utara, dan satu di Kecamatan Dempo Tengah wilayah
Kota Pagaralam.
Untuk wilayah Lahat, yaitu tujuh di Kecamatan
Pajarbulan, satu di Kecamatan Jarai, dan dua kubur batu di Desa Talang
Pagar Agung, Kecamatan Pajarbulan.
Penemuan kuburan batu itu,
menurut informasi warga setempat, banyak terjadi antara lain melalui
proses mimpi sehingga setelah itu dilakukan penggalian yang dilakukan
penduduk setempat.
Aset cagar budaya ini semuanya masih belum
dikelola pemerintah dan penduduk setempat yang merupakan pemilik lahan
tempat ditemukannya bangunan bersejarah tersebut.
"Untuk saat
ini, semua kuburan batu yang sudah ditemukan langsung diteliti dan
didata untuk mengetahui dengan pasti jenis cagar budaya tersebut," kata
Akhmad Rifai, petugas Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
(BP3 Jambi) dengan wilayah kerja Jambi, Sumsel, Bengkulu, dan Babel.
Dia
mengatakan, memang ada beberapa jenis peninggalan purbakala yang sudah
ditemukan di wilayah Pagaralam dan Lahat, yaitu megalit, kuburan batu,
tempayan, arca, lumpang batu, dan beberapa jenis benda bersejarah yang
diperkirakan berusia ratusan hingga ribuan tahun.
"Kami sudah
melakukan pendataan penemuan kuburan batu, seperti di Dusun Tanjung Aro
2, Dusun Tegurwangi 2, Dusun Belumai 1 untuk Pagaralam, sedangkan
wilayah Lahat di Desa Kota Raya Lembak 7, Desa Gunung Megang 1,"
ujarnya.
Akhmad mengatakan, setelah pendataan, semua cagar budaya
tersebut langsung dilindungi BP3 Jambi. Mereka lalu langsung mengangkat
juru kunci sebagai petugas pemeliharaann cagar budaya ini.
"Kuburan
batu atau situs yang ditemukan di Desa Talang Pagaragung, Kecamatan
Pajarbulan, belum dimasukkan dalam salah satu benda bersejarah yang
harus dilindungi karena baru ditemukan dan masih dalam proses penelitian
tim dari arkeologi BP3 Jambi," katanya.
Ia mengatakan,
penelitian hanya bersifat menentukan umur, masa, dan jenis benda yang
terdapat di dalam bangunan tersebut saat penggalian.
"Kami sudah
melakukan penelitian. Bentuk bangunan bukan tempat pemujaan atau
langgar, melainkan kuburan batu sama dengan yang sudah lebih dulu
ditemukan di daerah lainnya, baik di Kota Pagaralam maupun wilayah
Kabupaten Lahat," ungkap Akhmad Rifai.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2010/01/26/21595312/Pagaralam
|